Fenomena alam unik diprediksi terjadi pada 5 Agustus 2025, ketika Bumi menyelesaikan rotasi hariannya 1,25 milidetik lebih cepat dari biasanya. Hari itu tercatat sebagai hari terpendek ketiga sepanjang tahun, menurut laporan dari Space.
Walaupun perbedaan ini nyaris tak terasa dalam kehidupan sehari-hari, ilmuwan menyatakan bahwa perubahan kecil ini mencerminkan pergeseran dinamis dalam rotasi Bumi, sebuah topik penting dalam studi geofisika dan waktu presisi tinggi.
Percepatan Rotasi Bumi: Fenomena Alam yang Jarang Terjadi
Secara teknis, satu hari terdiri atas 86.400 detik, yakni waktu yang dibutuhkan Bumi untuk berputar satu kali penuh pada porosnya. Namun, rotasi ini bukan sistem mekanik sempurna; ia dipengaruhi oleh berbagai faktor alami seperti tarikan gravitasi bulan, fluktuasi atmosfer musiman, serta pergerakan inti cair Bumi.
Menariknya, meski secara historis hari-hari Bumi cenderung semakin panjang akibat gesekan pasang surut yang memperlambat rotasi, dalam dekade terakhir Bumi justru menunjukkan tren percepatan rotasi.
Para ilmuwan masih menyelidiki apa yang memicu percepatan ini. Penelitian terbaru pada 2024 menyebutkan bahwa mencairnya es kutub dan perubahan distribusi massa laut dapat memengaruhi rotasi. Namun, perubahan tersebut biasanya memperlambat, bukan mempercepat perputaran Bumi.
Karena itu, hipotesis utama kini mengarah ke aktivitas di inti Bumi. Pergerakan inti cair dapat menyebabkan redistribusi momentum sudut, sehingga lapisan luar Bumi, termasuk mantel dan kerak, berputar lebih cepat.
“Penyebab pastinya belum diketahui,” ungkap Leonid Zotov, pakar rotasi Bumi dari Universitas Negeri Moskwa. Ia menambahkan bahwa model atmosfer dan laut saat ini belum cukup menjelaskan percepatan ini, mengindikasikan adanya penyebab internal yang belum sepenuhnya dipahami.
Akankah Detik Kabisat Negatif Diperlukan?
Jika tren percepatan ini berlanjut, satu detik mungkin harus dihapus dari jam atom pada akhir dekade ini—sebuah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, dikenal sebagai detik kabisat negatif.
Menurut Judah Levine dari National Institute of Standards and Technology, probabilitas detik kabisat negatif kini mencapai 40 persen sebelum tahun 2035.
Sementara itu, Duncan Agnew, ahli geofisika dari University of California, San Diego, menjelaskan bahwa variasi musiman juga berperan. Di musim panas, atmosfer Bumi melambat, yang dapat memicu peningkatan kecepatan rotasi.
“Rotasi Bumi bukan hanya soal tren panjang, tetapi juga penuh dengan fluktuasi tak terduga,” katanya.
Penutup
Hari terpendek pada 5 Agustus 2025 adalah pengingat bahwa Bumi adalah sistem dinamis yang terus berubah. Fenomena ini, meski tidak berdampak langsung pada kehidupan manusia, menjadi indikator penting dalam pengukuran waktu dan pemahaman geofisika planet kita. Dengan meningkatnya ketergantungan pada teknologi berbasis waktu presisi, perubahan sekecil apapun dalam rotasi Bumi menjadi sorotan penting dalam sains modern.